BUMDES, BUMDESMA, UPK
BUMDES di Pasal 1 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. tertulis "Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat desa," Ketentuan tersebut diubah dalam Pasal 117 UU Ciptaker pada bagian ke-10 , menjadi "Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa”.
Dalam Bab X Pasal 87 UU Desa diatur bahwa: (1) desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa; (2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan; (3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan pada Pasal 88 UU Desa jo. Pasal 132 PP Desa disebutkan bahwa Bumdes didirikan berdasarkan musyawarah desa yang kemudian hasil musyawarah tersebut ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Selanjutnya dalam Pasal 135 PP 43/ 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa jo. Pasal 17 dan 18 Permendes No. 4 / 2015 tentang Pendirian, Pengurusan , Pengelolaan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa disebutkan bahwa modal awal Bumdes bersumber dari APB Desa yang merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Modal Bumdes terdiri dari : 1) Penyertaan Modal Desa, yang berasal dari APB Desa dan lainnya; 2) Penyertaan Modal Masyarakat Desa yang berasal dari tabungan masyarakat dan/atau simpanan masyarakat.
Dari beberapa aturan tersebut di atas terlihat bahwa BUMDES memang dibentuk dengan konsep sebagai badan hukum. Untuk dapat disebut sebagai badan hukum, maka harus memiliki karakteristik antara lain yaitu : 1) Adanya harta kekayaan yang terpisah; 2) Mempunyai tujuan tertentu; 3) Mempunyai kepentingan sendiri; 4) Adanya organisasi yang teratur.
Pasal 7 dan Pasal 8 Permendes No. 4 / 2015, membuka ruang bagi terbentuknya unit–unit usaha BUMDES yang berbadan hukum lain. Yaitu, Perusahaan Terbatas (PT), Koperasi dan Commanditaire Vennootschap (CV); sehingga BUMDES didorong sebagai lembaga komersial yang hanya mempertimbangkan profitable dan minim aspek sosialnya.
Keberadaan BUMDES sejatinya adalah sebagai lembaga ekonomi harus berpihak pada kepentingan ekonomi masyarakat desa yang mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. Oleh karena itu, BUMDES tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti PT, CV, ataupun Koperasi. BUMDES merupakan suatu badan usaha bercirikan desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa dan pembentukan BUMDES bukanlah sebuah keharusan.
Lebih lanjut Pasal 144 Ayat (1) PP 43 /2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UUDesa menyebutkan bahwa Badan kerjasama antar Desa terdiri atas : a) Pemerintah Desa; b) Anggota Badan Permusyawaratan Desa; c) Lembaga kemasyarakatan Desa; d) Lembaga Desa lainnya; dan e) ToMas dgn mempertimbangkan gender. Sedangkan Ayat (2), Susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa. dan Ayat (3) Badan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala Desa (yang bekerjasama).
Permendagri 96 / 2017 ttg Kerjasama Desa pada Pasal 20 memuat Ayat (1), Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa uang merupakan pendapatan Desa dan wajib masuk ke rekening kas Desa ; Ayat (2), Hasil pelaksanaan kerja sama Desa berupa barang menjadi aset desa. Sedangkan Pasal 22 memuat Ayat (1), BKAD melaporkan hasil pelaksanaan kerja sama antar Desa kepada Kepala Desa dengan tembusan kepada BPD. ; Ayat (2) : Pemerintah Desa melaporkan hasil pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga dalam Musyawarah Desa. dan Pasal 23 Ayat (1) : Kepala Desa melaporkan pelaksanaan kerja sama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 kepada camat dan bupati/wali kota; Ayat (2) : Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
BUMDESMA merupakan bentuk kerjasama yang dapat diakhiri , seperti yang termuat dalam PP 43 / 2014 Pasal 146 Ayat (1) Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dapat dilakukan oleh para pihak. dan Ayat (2) Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa atas ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Unit Pengelola Kegiatan (UPK) merupakan kelembagaan / organisasi masyarakat yang dibentuk dalam rangka implementasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) , awalnya bersifat ad hoc karena hanya menyalurkan Bantuan Langsung Masyarakat / Bansos kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Tetapi berhubung berhubung UPK mampu mendampingi, melestarikan dan mengembangkan BLM yang disepakati untuk digulirkan di tingkat kecamatan, maka sifat UPK dipermanenkan dengan harapan menjadi participatoir development agence.
UPK sebagai pengelola dana program percepatan penanggulangan kemiskinan dengan pola pemberdayaan masyarakat yang berbasis Kecamatan (Desa dan Kelurahan); berupa Bantuan Langsung Masyarakat (Permenkeu Nomor 148/PMK.07/2009) ; yang bersumber dari Dana Urusan Bersama (Permenkeu Nomor 168/PMK.07/2009); disalurkan melalui Belanja Anggaran Bantuan Sosial (Peraturan Presiden Nomor 15 Thn 2010 & Permenkeu Nomor 168/PMK.07/2009) ; tidak untuk dikembalikan kepada pemberi bantuan sosial dan tidak untuk diambil hasilnya oleh pemberi bantuan sosial (Permenkeu Nomor 81/PMK.05/2012). Dari peraturan tersebut jelas subyek hukum pemilik hak atas asset/dana yang dikelola UPK adalah masyarakat penerima BLM/Bansos di Kecamatan (Desa &/ Kelurahan).
Ketika PPK diakhiri dan diganti nama PNPM MPd pada 7 Sep 2009 dibuatlah Keputusan Bersama Menkeu, Mendagri dan Menkop & UKM, Gub BI No 35.1/KMK.010/2009 No 900- 639A Tahun 2009 No 01/SKB/M.KUKM/IX/2009 No 11/43A/KEP.GBI/2009 yang mengamanatkan agar UPK dijadikan BPR / Koperasi / BUMDes / lembaga Keuangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi SKB 3 Menteri tersebut diabaikan oleh Direktorat PMD Kemendagri dan berusaha agar UPK tidak dijadikan BPR / Koperasi / BUMDes dengan menerbitkan PTO yang didalamnya memuat penataan kelembagaan yaitu membentuk Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) dengan tupoksi berkaitan pembangunan partisipatif, kegiatan antar desa, pengembangan asset produktif, pengorganisasian dan pengembangan program. Jadi BKAD PNPM MPd dibentuk karena proses program , bukan karena adanya kerjasama 2 / lebih desa.
Perlindungan untuk UPK dengan membentuk BKAD dan UPK dijadikan unit kerjanya tersebut sebetulnya kurang tepat / cacat yuridis, karena di dalam UPK bukan hanya “ desa “ tetapi juga “ kelurahan “ yang nota bene SKPD. Tetapi saat itu terkesan buru-buru dan dipaksakan walau sebetulnya ada ketidak-sesuaian.
PNPM MPd diakhiri 31 Desember 2014 dan pada Tanggal 8 Januari 2015 terbit Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN , dimana dalam Buku II Bab I dimuat perihal asset/dana PNPM baik Perkotaan maupun Perdesaan merupakan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat ( DAPM ) yang dilegalkan sesuai peraturan perindang-undangan yang berlaku dalam bentuk Koperasi / Perseroan Terbatas / Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH).
Selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 2015 terbit Surat Mendagri No. 900/4627/SJ tentang Penajaman Ketentuan Pasal 298 ayat (5) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Yang dalam Angka 9 huruf b , disebutkan : Organisasi masyarakat yang berbadan hukum Indonesia adalah organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
Transformasi UPK menjadi BUMDes Bersama (BUMDESMA)
- Mengabaikan dan tidak berpedoman pada Perpres No. 2 / 2015;
- tidak sesuai dengan UUDesa dan peraturan pelaksananya;
- secara yuridis akan memindahkan hak kepemilikan atas asset/dana dari masyarakat penerima Bantuan Langsung / Bansos menjadi asset dan pendapatan desa;
- Merusak hukum administrasi negara, karena memberlakukan “ kelurahan “ dengan regulasi “desa”;
- Merusak tata keuangan negara, karena Kementerian Desa, PDTT menarik/meminta kembali Bantuan Langsung Masyarakat / Bansos yang telah dilepas;
- Akan memusnahkan / merusak yang telah terbangun dan berjalan dengan baik;